Upaya Penegakan Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia

BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Setiap manusia pasti mempunyai hak asasi, akan tetapi hak asasi yang dimiliki oleh manusia dibatasi oleh hak asasi manusia lainnya. Dengan demikian tidak ada seorang pun yang diperbolekan untuk melanggar hak asasi orang lain. Akan tetapi dalam kenyataannya manusia suka lupa dirim bahwa di sekitarnya terdapat manusia yang mempunyai kedudukan yang sama dengan dirinya. Namun dengan ketamakannyam manusia sering melabrak hak asasi manusia sesamanya dengan alasan tidak jelas.
Di Indonesia, meskipun pemerintah telah mengeluarkan peraturan perundang-undangan mengenai HAM, namun pelanggaran HAM tetap selalu ada baik yang dilakukan oleh pemerintah maupun oleh masyarakat sendiri. Pelanggaran-pelanggaran tersebut merupakan cerminan telah terjadi kelalaian atas pelaksanaan kewajiban asasi manusia. Padahal sudah sangat jelas bahwa setiap hak asasi itu disertai dengan kewajiban asasi, yaitu kewajian untuk menghormati hak asasi orang lain dan kewajiban untuk patuh pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Berikut ini contoh kasus pelanggaran HAM yang pernah terjadi di Indonesia (Halimi, dkk. 2014) :
a.    Kerusuhan Tanjung Priok tanggal 12 September 1984. Dalam kasus ini 24 orang tewas, 36 orang luka berat, dan 19 orang luka ringan. Keputusan majelis hakim ini menetapkan 24 terdakwa seluruhnya dinyatakan bebas.
b.    Penyerbuan Kantor Partai Demokrasi Indonesia taggal 27 Juli 1996. Dalam kasus ini lima orang tewas, 149 orang luka-luka, dan 23 orang hilang. Keputusan majelis hakim kasus ini menetapkan empat terdakwa dinyatakan bebas dan satu orang terdakwa divonis 2 (dua) bulan 10 hari.
c.    Penembakan mahasiswa Universitas Trisakti pada tanggal 12 Mei 1998. Dalam kasus ini 5 orang tewas. Mahkamah militer yang menyidangkan kasus ini memvonis dua terdakwa dengan hukuman 4 bulan penjara, empat terdakwa divonis 2-5 bulan penjara dan 9 orang angota Brimob dipecat dan dipenjara 3-6 tahun.
d.   Tragedi Semanggi I pada tanggal 13 November 1998. Dalam kasus ini lima orang tewas. Kemudian terjadi lagi tragedi Semanggi II pada tanggal 24 September 1999 yang memakan lima orang meninggal.
e.    Penculikan aktivis, pada bulan April 1997 – April 1999. Dalam kasus ini 20 orang aktivis dikatakan hilang (9 orang diantaranya telah dibebaskan dan 11 orang lainnya dinyatakan hilang). Mahkamah Militer memvonis komandan Tim mawar Kopassus dengan 22 bulan penjara dan dipecat dari TNI, empat orang terdakwa dipecat dan divonis 20 bulan penjara, tiga orang terdakwa divonis 16 bulan penjara dan tiga orang terdakwa divonis 12 orang penjara.
f.     Meninggalnya Munir yang merupakan aktivis HAM Indonesia, pada tanggal 7 September 2004. Munir meninggal dunia dalam perjalanan udara dari Jakarta ke Amsterdam. Otopsi oleh Netherlands Forensic Institute menyimpulkan Munir tewas akibat racun arsenic. Dala kasus ini, vonis terhadap pelaku mengalami beberapa perubahan. Pada awalnya Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menetapkan vonis 14 tahun penjara, tetapi putusan kasasi Mahkamah Agung menyatakan pelaku tidak terbukti membunuh. Ia hanya dihukum dua tahun penjara atas penggunaan surat palsu. Kemudian Tim Pengacara Munir mengajukan Peninjauan Kembali (PK) atas putusan Mahkamah Agung tersebut, akhirnya pelaku dihukum 20 tahun penjara karena terbukti dan meyakinkan telah melakukan pembunuhan terhadap Munir.
Semua negara di dunia sepakat menyatakan penghormatan terhadap nilai-nilai hak asasi manusia yang universal melalui berbagai upaya penegakan HAM. Akan tetapi, pelaksanaan hak asasi manusia dapat saja berbeda antara satu negara dengan negara lain. Ideology, kebudayaan, dan nilai-nilai khas yang dimiliki suatu bangsa akan mempengaruhi sikap dan perilaku hidup berbangsa. Misalnya di Indonesia, semua perilaku hidup berbangsa diukur dari kepribadian Indonesia yang tentu saja berbeda dari negara lain. Bangsa Indonesia dalam proses penegakan HAM tentu saja mengacu pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta peraturan perundang-undangan lainnya. Dengan kata lain, penegakan HAM di Indonesia tidak berorientasi pada pemahaman HAM liberal dan sekuler yang tidak selaras dengan makna sila pertama yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa.
Dilatarbelakangi hal-hal di atas penulis mengangkat sebuah makalah ilmiah yang berjudul, “Upaya Penegakan Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia”.


1.2  Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah ini, sebagai berikut :
  1. Bagaimanakah langkah-langkah strategis pemerintah dalam proses penegakan HAM?
  2. Bagaimanakah upaya penanganan kasus pelanggaran HAM?
  3. Bagaimanakah perilaku yang mendukung upaya penegakan HAM di Indonesia?

1.3  Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan ini adalah :
  1. Untuk mengetahui langkah-langkah strategis pemerintah dalam proses penegakan HAM
  2. Untuk mengetahui upaya penanganan kasus pelanggaran HAM.
  3. Untuk mengetahui perilaku yang mendukung upaya penegakan HAM di Indonesia.

1.4  Manfaat Penulisan
  1. Kepada Penulis
Sebagai sarana menambah wawasan penulis tentang upaya penegakan hak asasi manusia (HAM) di Indonesia.
  1. Kepada Teman
Memberikan sumbangan data tentang upaya penegakan hak asasi manusia (HAM) di Indonesia.
  1. Kepada Ibu Guru
Sebagai sarana untuk melihat apresiasi siswa serta menilai hasil makalah tentang upaya penegakan hak asasi manusia (HAM) di Indonesia.


BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Langkah-Langkah Strategis Pemerintah dalam Proses Penegakan HAM
2.1.1 Pembentukan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM)
            Komnas HAM dibentuk pada tangal 7 Juni 1993 melalui Kepres Nomor 50 tahun 1993. Keberadaan Komnas HAM selanjutnya diatur dalam Undang-Undang RI Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia pasal 75 sampai dengan pasal 99. Komnas HAM merupakan lembaga negara mandiri setingkat lembaga negara lainnya yang berfungsi sebagai lembaga pengkajian, penelitian, penyuluhan, pemantauan, dan mediasi HAM. Komnas HAM beranggotakan 35  orang yang dipilih oleh DPR berdasarkan usulan Komnas HAM dan diresmikan oleh Presiden. Masa jabatan anggota Komnas HAM selama lima tahun dan dapat diangkat lagi hanya untuk satu kali masa jabatan.
            Komnas HAM mempunyai wewenang sebagai berikut:
1)      Melakukan perdamaian pada kedua belah pihak yang bermasalah
2)      Menyelesaikan masalah secara konsultasi maupun negosiasi
3)      Menyampaikan rekomendasi atas suatu kasus pelanggaran hak asasi manusia kepada pemeritnah dan DPR untuk ditindaklanjuti.
4)      Memberi saran kepada pihak yang bermasalah untuk menyelesaikan sengketa di pengadilan.

2.1.2 Pembentukan Instrumen HAM
            Instrumen HAM merupakan alat untuk menjamin proses perlindungan dan penegakan hak asasi manusia. Instrumen HAM biasanya berupa peraturan perundang-undangan dan lembaga-lembaga penegak HAM, seperti Komnas HAM dan Pengadilan HAM. Instrumen HAM yang berupa peraturan perundang-perundangan yang dibentuk untuk mengatur masalah HAM adalah:
1)      Pada Amandemen Kedua Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah ditetapkan satu bab tambahan dalam batang tubuh yaitu bab X A yang berisi mengenai hak asasi manusia, melengkapi pasal-pasal yang lebih dahulu mengatur mengenai masalah HAM.
2)      Dalam Sidang Istimewa MPR 1998 ditetapkan sebuah Ketetapan MPR mengenai Hak Asasi Manusia yaitu TAP MPR Nomor XVII/MPR/1998
3)      Ditetapkannya Piagam HAM Indonesia pada tahun 1998.
4)      Diundangnya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, yang diikuti dengan dikeluarkannya PERPU Nomor 1 Tahun 1999 tentang pengadilan HAM yang kemudian ditetapkan menjadi sebuah undang-undang, yaitu Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.
5)      Ditetapkan peraturan perundang-undangan tentang perlindungan anak, yaitu:
a)      Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak
b)      Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
c)      Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Perlindungan Anak
6)      Meratifikasi instrument HAM internasional selama tidak bertentangan dengan Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Instrumen HAM internasional yang diratifikasi diantaranya:
a) Konvensi Jenewa 12 Agustus 1949.
b) Konvensi Tentang Hak Politik Kaum Perempuan.
c) Konvensi tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan.
d) Konvensi Hak Anak
e) Konvensi Pelanggaran, Pengembangan, Produksi dan Penyimpanan Sejata Biologis dan Penyimpanannya serta pemusnahannya.
f) Konvensi Internasional terhadap Anti Apartheid dalam Olahraga
g) Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukum Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan, merendahkan martabat Manusia.
h) Konvensi organisasi Buruh Internasional No. 87 Tahun 1998 Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak untuk Berorganisasi
i) Konvensi Internasional tentang Penghapusan Semua Bentuk Diskriminasi Rasial.
j) Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Martabat Manusia.
k) Kovenan Internasional Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya
l) Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik

2.1.3 Pembentukan Pengadilan HAM
            Pengadilan HAM dibentuk berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 tahun 2000. Pengadilan HAM adalah pengadilan khusus terhadap pelanggaran HAM berat yang diharapkan dapat melindungi hak asasi manusia baik perseoranan maupun masyarakat dan menjadi dasar dalam penegakan, kepastian hukum, keadian dan perasaan aman, baik perseorangan maupun masyarakat.
            Pengadilan HAM bertugas dan berwenang memeriksa dan memutuskan perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat. Di samping itu, berwenang memeriksa dan memutus perkara pelanggaran HAM yang dilakukan oleh warga negara Indonesia dan terjadi di luar territorial wilayah Indonesia.

2.2 Upaya Penanganan Kasus Pelanggaran Hak Asasi Manusia
2.2.1 Upaya Pencegahan Pelanggaran Hak Asasi Manusia
            Mencegah lebih baik dari pada mengobati. Pernyatan itu tentunya sudah sering kalian dengar. Pernyataan tersebut sangat relevan dalam proses penegakan HAM. Tindakan terbaik dalam penegakan HAM adalah dengan mencegah timbulnya semua faktor penyebab dari pelanggaran HAM. Apabila faktor penyebabnya tidak muncul, maka pelanggaran HAM pun dapat diminimalisir atau bahkan dihilangkan.
            Berikut ini tindakan pencegahan yang dapat dilakukan untuk mengatasi berbagai kasus pelanggaran HAM:
1)      Supremasi hukum dan demokrasi harus ditegakkan.
2)      Meningkatkan kualitas pelayanan public untuk mencegah terjadinya berbagai bentuk pelanggaran HAM oleh pemerintah.
3)      Meningkatkan pengawasam dari masyarakat dan lembaga-lembaga politik terhadap setiap upaya penegakan HAM yang dilakukan oleh pemerintah.
4)      Meningkatkan penyebarluasan prinsip-prinsip HAM kepada masyarakat melalui lembaga pendidikan formal (sekolah, perguruan tinggi) maupun non-formal.
5)      Meningkatkan profesionalisme lembaga keamanan dan pertahanan negara.
6)      Meningkatkan kerja sama yang harmonis antarkelompok atau golongan.


2.2.2        Penanganan Kasus Pelanggaran Hak Asasi Manusia di Pengadilan HAM
Sebelum berlakunya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2000 tentang pengadilan HAM, kasus pelanggaran HAM diperiksa dan diselesaikan di pengadilan HAM ad hoc yang dibentuk berdasarkan keputusan presiden dan berada di lingkungan peradilan umum. Setelah berlakunya undang-undang tersebut, kasus pelanggaran HAM di Indonesia ditangani dan diselesaikan melalui proses peradilan di Pengalidan HAM.
Berdasarkan undang-undang tersebut, proses persidangannya berlandaskan pada ketentuan Hukum Acara Pidana. Proses penyidikan dan penangkapan dilakukan oleh Jaksa Agung dengan disertai surat perintah dan alasan penangkapan, kecuali tertangkap tangan. Adapun penyelidikan di terhadap pelanggaran hak asasi manusia yang berat dilakukan oleh Komnas HAM. Dalam melakukan penyelidikan, Komnas HAM dapat membentuk Tim ad hoc yang terdiri dari Komnas HAM dan unsur masyarakat.
Perkara pelanggaran HAM berat akan diperiksa dan diputuskan oleh Pengadilan HAM yang dilakukan oleh Majelis Hakim Pengadilan HAM yang paling lama 180 hari setelah berkas perkara dilimpahkan dari penyidik kepada Pengadilan HAM.
Majelis Hakim Pengadilan HAM yang berjumlah lima orang terdiri atas dua orang hakim pada Pengadilan HAM yang bersangkutan dan tiga orang hakim ad hoc yang diketuai oleh hakim dari Pengadilan HAM yang bersangkutan.

2.3  Perilaku yang Mendukung Upaya Penegakan HAM di Indonesia
            Upaya penegakan HAM yang dilakukan oleh pemerintah tidak akan berhasil tanpa didukung oleh sikap dan perilaku warga negaranya yang mencerminkan penghormatan terhadap hak asasi manusia. Sebagai warga negara dari bangsa dan negara yang beradab sudah sepantasnya sikap dan perilaku kita mencerminkan sosok manusia beradab yang selalu menghormati keberadaan orang lain secara kaffah. Sikap tersebut dapat kalian tampilkan dalam perilaku di lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat, bangsa, dan negara.


BAB III
SIMPULAN DAN SARAN

3.1    Simpulan
Langkah-langkah strategis pemerintah dalam proses penegakan HAM adalah dengan adanya pembentukan komisi nasional hak asasi manusia (KOMNAS HAM) dan pembentukan instrumen HAM.
Berikut ini tindakan pencegahan yang dapat dilakukan untuk mengatasi berbagai kasus pelanggaran HAM:
1)      Supremasi hukum dan demokrasi harus ditegakkan.
2)      Meningkatkan kualitas pelayanan public untuk mencegah terjadinya berbagai bentuk pelanggaran HAM oleh pemerintah.
3)      Meningkatkan pengawasan dari masyarakat dan lembaga-lembaga politik terhadap setiap upaya penegakan HAM yang dilakukan oleh pemerintah.
4)      Meningkatkan penyebarluasan prinsip-prinsip HAM kepada masyarakat melalui lembaga pendidikan formal (sekolah, perguruan tinggi) maupun non-formal.
5)      Meningkatkan profesionalisme lembaga keamanan dan pertahanan negara.
6)      Meningkatkan kerja sama yang harmonis antarkelompok atau golongan.

3.2 Saran
Upaya penegakan HAM yang dilakukan oleh pemerintah tidak akan berhasil tanpa didukung oleh sikap dan perilaku warga negaranya yang mencerminkan penghormatan terhadap hak asasi manusia. Sebagai warga negara dari bangsa dan negara yang beradab sudah sepantasnya sikap dan perilaku kita mencerminkan sosok manusia beradab yang selalu menghormati keberadaan orang lain secara kaffah. Sikap tersebut dapat kalian tampilkan dalam perilaku di lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat, bangsa, dan negara.

Komentar

Postingan Populer